Sebut saja aku pecundang dan kamu pemenang.
Melupakanmu ternyata bukan hal yang gampang. Waktu yang sudah kulewati
ternayata sudah tak terbilang. Mengikhlaskanmu masih belum kutemukan jalan
terang. Pergi darimu, belum juga kutemui arah pulang.
Beratus hari sudah aku lalui tanpa kamu disisi.
Merindukanmu masih menjadi kesukaanku hari ke hari. Aku ingin mendekapmu, tapi
hanya bisa kulakukan dalam mimpi. Inginkan nyata, tapi kamu tak kunjung
memberi. Jusrtu padanya kamu berikan sepenuh hati.
Tuan, melewatkanmu sesulit ini. Apakah kamu
tahu? Terlebih dia yang kamu pilih mendapingimu. Banyak tanya bergelayut mesra;
apa dia membahagiakanmu jauh lebih banyak dariku? Apa dia memberi cintanya
sepenuh aku? Apa kasihnya setulus aku? Ah, entah aku hanya iri, tapi
merelakanmu aku masih tak mampu, sekaligus tak mau.
Pernah kucoba membuang semua kenangan akanmu.
Namun sia-sia, selalu saja terhenti dibatas senyumanmu. Sesuatu direlung hatiku
bersikukuh merindukanmu. Pernah pula ku menunggu hingga waktu memakan akal
sehatku. Sampai-sampai disegala ruas otak rasanya isisnya hanya namamu. Sesuatu didalam ingatanku telah mematrikan segalamu, agar tak lekang
oleh waktu, meski ragamu sudah jauh berlalu.
Tuan, ada yang selama ini tidak kamu tahu; aku
mencintaimu jauh lebih dalam dari yang kamu tahu. Bertahun-tahun sudah,
harusnya aku telah jauh melewatkanmu. Merelakan bahagiamu, walau sumbernya
bukan lagi aku. Mengikhlaskan langkahmu, meski yang menemani bukan lagi aku.
Seharusnya kini isi kepalaku tidak lagi
dipenuhi olehmu. Entah, terkadang aku tak mengerti, seolah pikunku tidak
berfungsi sama sekali padamu.
Sering kali aku berfikir, bukankah ini tak
adil? Aku meregang rindu merajut pilu. Sedang kamu jauh melaju, mendapatkan
bahagia baru. Aku mengingatmu selalu, mengenangmu setiap waktu. Sementara kamu
tak pernah melihatku, bahkan sebatas berharap terbesit olehmu sedetik rupanya
saja aku ragu.
Acap kali aku bertanya, apakah aku dilahirkan
untuk menjadi sesial ini? Semua terasa tidak berjalan baik-baik saja. Bahkan
usaha melupakanmu sekalipun. Aku selalu berharap diberikan kemampuan menyamai
deru langkahmu, bukan bertujuan mengejarmu. Hanya saja aku ingin cepat
meninggalkanmu. Ah, tetapi bagaimana bisa, jika dalam aku masih saja berisi
segalamu, sedang dalam kamu sudah lama meniadakanmu.
0 komentar