Journey of Love

Sepotong Hati yang Baru

Kamis, Oktober 20, 2016



Dia menghela nafas perlahan. Bertanya perlahan. Berusaha memutus suasana canggung lima menit terakhir, “apa kau baik-baik saja?”
Aku mengangkat kepalaku, mengangguk.
“Apa kau baik-baik saja,” aku balik bertanya pelan.
Dia tertawa getir. Menggeleng.
Bulan purnama menggantung di angkasa. Senyap? Sebenarnya tidak juga. Suara nyaring orang sedang bekerja menghantam malam yang terdengar berirama. Tetapi pembicaraan ini membuat sepi banyak hal. Hatiku. Mungkin juga hatinya. Warung makan yang terletak persis di pinggir jalan ini tidak ramai. Kami duduk berhadapan di meja paling pinggir. Menyimak selimut gelapnya langit.
“Maafkan aku.” Dia menggigit bibirnya. Tertunduk lagi.
Aku menatap wajahnya lamat-lamat.
“Tidak ada yang perlu dimaafkan. Semua sudah berlalu. Tertinggal jauh dibelakang.” Aku menelan ludah. Berusaha menjawab bijak — aku tahu itu bohong, pura-pura bijaksana.

Hening sejenak.

“Sungguh maafkan aku,” dia menyeka sudut-sudut matanya, “Aku tak pernah tahu akan seperti ini jadinya.”
Aku menggeleng, “Kau tak harus meminta maaf. Meskipun seharusnya kau tahu sehari setelah kau memutuskan pergi, aku lelah membujuk hatiku agar tegar. Tetapi percuma. Menyakitkan. Semua itu membuat sesak. Kalimat itu mungkin benar, ada seseorang dihidupmu yang ketika ia pergi, maka ia juga membawa sepotong hatimu. Kau, kau pergi. Dan kau bahkan membawa lebih dari separuh hatiku.
“Kau tahu, aku melalui minggu-minggu menyedihkan itu. Dan yang lebih membuat semuanya terasa menyedihkan, aku tidak pernah mengerti mengapa kau pergi. Sesungguhnya aku tak pernah yakin atas segalanya. Aku tidak pernah baik-baik saja. Lima bulan berlalu, hanya berkutat mengenangmu. Mendendang lagu-lagu patah hati. Membaca buku-buku patah hati. Hidupku jalan ditempat.”
“Maafkan aku.” Suaranya lirih ku dengar.
“Tidak ada yang perlu dimaafkan.” Aku mendongak keatas, menatap purnama. Berusaha mengusir rasa sesak yang tiba-tiba menyelimuti hati. Sudahlah. Buat apa diingat lagi. Kemudian kembali menatap wajahnya, tersenyum, “Kau tahu, di tengah semua kesedihan itu, disaat itu aku akhirnya menyadari, aku tidak akan pernah bisa melanjutkan hidup dengan hati yang hanya tersisaa separuh. Tidak bisa. Hati itu sudah rusak, tidak utuh lagi. Maka aku memutuskan membuat hati yang benar-benar baru.”

—kenangan indah bersamamu akan kembali memenuhi hari-hariku entah hingga kapan. Itu benar. Membuatku sesak. Tapi aku tidak akan membiarkan hidupku kembali dipenuhi harapan hidup bersamamu. Sudah cukup. Biarlah sakit hati ini memenuhi hari-hariku. Biarlah aku menelannya bulat-bulat sambil sempurna menumbuhkan hati yang baru, memperbaiki banyak hal, memperbaiki diri sendiri.

Yogyakarta, 18 Mei 2016 #sepotonghatiyangbaru #ceritacintayogyakarta


Ikov_Bia

You Might Also Like

0 komentar