Tazkiyatun Nufus

Memelihara Pohon Keimanan #1

Senin, Desember 19, 2016



 Shahabat Abu ad-Darda’ Uwaimir al-Anshari radhiyallaahu ‘anhu berkata :

الإ يمان يزداد و ينقص

“Iman itu bertambah dan berkurang”


Di era moern ini, ragam penggoda syahwat pun ‘mengikuti’ perkembangan juga. Kian hari kian banyak model maksiat yang dipraktekan oleh manusia. Saking derasnya arus godaan syahwat pemandangan orang bermaksiat mudah sekali dijumpai. Bahkan sebagian pun melakukannya didepan umum tanpa ada rasa malu. Ini disebabka maksiat memang sangat kuat mengikis perasaan malu yang merupakan sumber kehidupan hati dan kebaikan dari hati pelaku maksiat. Sehingga bermaksiat menjadi menu kesehariaanya. Allaah berfirman :

“bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.” (QS: al-Qiyaamah : 05)

Hakikat maksiat adalah pelanggaran yang dilakukan seorang hamba (makhluk) terhadap aturan Allaah, Yang Maha Pencipta, Maha Agung dan Maha Perkasa. Semestinya makhluk taat kepada penciptanya yang memiliki sifat kesempurnaan dalam seluruh segi. Bila tidak patuh maka telah melakukan kesalahan yang besar.

Sesungguhnya hakikat ini bila direnungkan, akan membuat orang mengerem diri saat godaan berbuat dosa dan maksiat. Karena itu, mesti berfikir terlebih dahulu, kepada siapa kita bermaksiat? Sungguh ia sedang melanggar aturan Malikul Muluuk, Allaah Azza wa Jalla, Penguasa alam semest.

Bilal bin Sa’d (semoga Allaah merahmati beliau) berkata, “Janganlah engkau memandang kecilnya kesalahan (yang engkau perbuat) tetapi, perhatikan keagungan Dzat yang sedang engkau hadapi.”

Cahaya hati iman di hati seseorang akan meredup seiring perbuatan maksiat yang dilakukannya. Sebab, maksiat adalah kegelapan, bila tidak dihadang dengan istighfar, amal shalih dan taubat nashuha, kegelapan itu kian menjadi-jadi, dan akhirnya membuat hati hitam. Saat hati telah menghitam, layaknya kaca yang telah berdebu pekat, maka sulit menerima sinar kebenaran.

Disitulah tampak betapa maksiat sangat membahayakan keimanan seorang hamba dikehidupan dunianya. Ia akan menjalani yang jauh dari Rabbnya, muka yang muram, terhina dihadapan manusia, dan mengalami kehidupan yang tidak bahagia. Apalagi jika kemaksiatan yang diperbuat merupakan perkara-perkara yang merusak dan menggerus keimanan sehingga berakibat sirna dan lenyap dari hati seorang hamba.

Inilah makna ucapan shahabat ‘Abdullah bin Abbas radhiyallaahu ‘anhu sewaktu mengatakan, “Sesungguhnya (amal) kebaikan itu memiliki (pengaruh baik berupa) cahaya dihati, kecerahan pada wajah, kekuatan pada tubuh, tambahan pada rizky, dan kecintaan dihati manusia. Dan (sebaliknya) sungguh (perbuatan) buruk (maksiat) itu memiliki (pengaruh buruk berupa) kegelapan dihati, kesuraman pada wajah, kelemahan pada tubuh, kekurangan pada rizky, dan kebencian dihati manusia.”

Ibnul Qayyim (semoga Allaah merahmati beliau) berkata, “Dosa ibarat luka-luka. Berapa banyak luka menjadi penyebab kematian (orang).”

Oleh karena itu, kewajiban setiap muslim adalah menjaga diri dan keimanannya agar selamat dari ancaman azab dunia sebelum akhirat. Ada dua hal yang harus dilakukan, sebagaimana yang dinyatakan Syaikh as-Sa’di (semoga Allaah merahmati beliau) : pertama, merealisasikan keimanan dan menyempurnakan seluuruh cabangnya dengan mempelajari dan mengamalkannya. Kedua, memelihara iman dari unsur-unsur yang merusak dang mengurangi kesempurnaannya, dan segera mengobati kelemahan iman yang terjadi dengan taubat.

Inilah tugas seorang mukmin terhadap keimanan dihatinya, yaitu menjaga dan memperbaharuinya agar senantiasa kuat dan selalu menyala-nyala. Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Sesungguhnya iman bisa menjadi usang, sebagaimana usangnya baju seseorang dari kamu. Karena itu, mohonlah kepada Allaah agar (selalu) memperbaharui iman dihati kamu.” 
 (Silsilah Shahihah 4/113 No. 1585)

Setelah mengetahui bahwa iman itu bertambah dan berkurang, maka mengenal sebab-sebab bertambah dan berkurangnya iman memiliki manfaat dan menjadi sangat penting sekali. Sudah pantasnya seorang muslim mengenal, kemudian menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, agar bertambah sempurna dan kuat imannya. Juga untuk menjauhkan diri dari lawannya yang menjadi sebab berkurangnya iman, sehingga dapat menjaga diri dan selamat di dunia dan akhirat.

Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di (semoga Allaah merahmati beliau) menerangkan bahwa seorang hamba yang mendapatkan taifiq dari Allaah selalu berusaha melakukan dua perkara, yaitu :
  • Merealisasikan iman dan cabang-cabangnya dan menerapkannya, baik secara ilmu dan amal terpadu. 
  • Berusaha menolak semua yang menentang dan menghapus iman atau menguranginya berupa fitnah-fitnah yang nampak atau tersembunyi, mengurangi kekurangan dari awal dan setelahnya dengan taubat nashuha serta mengetahui satu perkara sebelum hilang.[1]
Yaa Allaah tetapkanlah kami diatas jalan yang Engkau ridhai. Aamiin.

---------

Tulisan ini menjadi pengingat sesama, terutama buat diri saya pribadi.

*)Disarikan dari Majalah As-Sunnah edisi Shafar 1431 H

Ikov_Bia



[1] At-Taudhiih wal-Bayaan Lis Syajaraat al-Imaan hlm. 38

You Might Also Like

2 komentar