Shahabat Abu ad-Darda’ Uwaimir
al-Anshari radhiyallaahu ‘anhu berkata :
الإ يمان يزداد و ينقص
“Iman itu bertambah dan berkurang”
Di era moern ini, ragam penggoda
syahwat pun ‘mengikuti’ perkembangan juga. Kian hari kian banyak model maksiat
yang dipraktekan oleh manusia. Saking derasnya arus godaan syahwat pemandangan
orang bermaksiat mudah sekali dijumpai. Bahkan sebagian pun melakukannya
didepan umum tanpa ada rasa malu. Ini disebabka maksiat memang sangat kuat
mengikis perasaan malu yang merupakan sumber kehidupan hati dan kebaikan dari
hati pelaku maksiat. Sehingga bermaksiat menjadi menu kesehariaanya. Allaah
berfirman :
“bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.” (QS: al-Qiyaamah : 05)
Hakikat maksiat adalah
pelanggaran yang dilakukan seorang hamba (makhluk) terhadap aturan Allaah, Yang
Maha Pencipta, Maha Agung dan Maha Perkasa. Semestinya makhluk taat kepada
penciptanya yang memiliki sifat kesempurnaan dalam seluruh segi. Bila tidak
patuh maka telah melakukan kesalahan yang besar.
Sesungguhnya hakikat ini
bila direnungkan, akan membuat orang mengerem diri saat godaan berbuat dosa dan
maksiat. Karena itu, mesti berfikir terlebih dahulu, kepada siapa kita
bermaksiat? Sungguh ia sedang melanggar aturan Malikul Muluuk, Allaah Azza wa
Jalla, Penguasa alam semest.
Bilal bin Sa’d (semoga
Allaah merahmati beliau) berkata, “Janganlah engkau memandang kecilnya
kesalahan (yang engkau perbuat) tetapi, perhatikan keagungan Dzat yang sedang
engkau hadapi.”
Cahaya hati iman di hati
seseorang akan meredup seiring perbuatan maksiat yang dilakukannya. Sebab,
maksiat adalah kegelapan, bila tidak dihadang dengan istighfar, amal shalih dan
taubat nashuha, kegelapan itu kian menjadi-jadi, dan akhirnya membuat hati
hitam. Saat hati telah menghitam, layaknya kaca yang telah berdebu pekat, maka
sulit menerima sinar kebenaran.
Disitulah tampak betapa
maksiat sangat membahayakan keimanan seorang hamba dikehidupan dunianya. Ia
akan menjalani yang jauh dari Rabbnya, muka yang muram, terhina dihadapan
manusia, dan mengalami kehidupan yang tidak bahagia. Apalagi jika kemaksiatan
yang diperbuat merupakan perkara-perkara yang merusak dan menggerus keimanan
sehingga berakibat sirna dan lenyap dari hati seorang hamba.
Inilah makna ucapan
shahabat ‘Abdullah bin Abbas radhiyallaahu ‘anhu sewaktu mengatakan,
“Sesungguhnya (amal) kebaikan itu memiliki (pengaruh baik berupa) cahaya
dihati, kecerahan pada wajah, kekuatan pada tubuh, tambahan pada rizky, dan
kecintaan dihati manusia. Dan (sebaliknya) sungguh (perbuatan) buruk (maksiat)
itu memiliki (pengaruh buruk berupa) kegelapan dihati, kesuraman pada wajah,
kelemahan pada tubuh, kekurangan pada rizky, dan kebencian dihati manusia.”
Ibnul Qayyim (semoga
Allaah merahmati beliau) berkata, “Dosa ibarat luka-luka. Berapa banyak luka
menjadi penyebab kematian (orang).”
Oleh karena itu,
kewajiban setiap muslim adalah menjaga diri dan keimanannya agar selamat dari
ancaman azab dunia sebelum akhirat. Ada dua hal yang harus dilakukan,
sebagaimana yang dinyatakan Syaikh as-Sa’di (semoga Allaah merahmati beliau) :
pertama, merealisasikan keimanan dan menyempurnakan seluuruh cabangnya dengan
mempelajari dan mengamalkannya. Kedua, memelihara iman dari unsur-unsur yang
merusak dang mengurangi kesempurnaannya, dan segera mengobati kelemahan iman
yang terjadi dengan taubat.
Inilah tugas seorang
mukmin terhadap keimanan dihatinya, yaitu menjaga dan memperbaharuinya agar
senantiasa kuat dan selalu menyala-nyala. Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
“Sesungguhnya iman bisa menjadi usang,
sebagaimana usangnya baju seseorang dari kamu. Karena itu, mohonlah kepada
Allaah agar (selalu) memperbaharui iman dihati kamu.”
(Silsilah Shahihah 4/113 No. 1585)
Setelah mengetahui bahwa
iman itu bertambah dan berkurang, maka mengenal sebab-sebab bertambah dan
berkurangnya iman memiliki manfaat dan menjadi sangat penting sekali. Sudah
pantasnya seorang muslim mengenal, kemudian menerapkan dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari, agar bertambah sempurna dan kuat imannya. Juga untuk
menjauhkan diri dari lawannya yang menjadi sebab berkurangnya iman, sehingga
dapat menjaga diri dan selamat di dunia dan akhirat.
Syaikh ‘Abdurrahman
as-Sa’di (semoga Allaah merahmati beliau) menerangkan bahwa seorang hamba yang
mendapatkan taifiq dari Allaah selalu berusaha melakukan dua perkara, yaitu :
- Merealisasikan iman dan cabang-cabangnya dan menerapkannya, baik secara ilmu dan amal terpadu.
- Berusaha menolak semua yang menentang dan menghapus iman atau menguranginya berupa fitnah-fitnah yang nampak atau tersembunyi, mengurangi kekurangan dari awal dan setelahnya dengan taubat nashuha serta mengetahui satu perkara sebelum hilang.[1]
Yaa Allaah tetapkanlah
kami diatas jalan yang Engkau ridhai. Aamiin.
---------
Tulisan ini menjadi
pengingat sesama, terutama buat diri saya pribadi.
*)Disarikan dari Majalah
As-Sunnah edisi Shafar 1431 H
》Ikov_Bia《
2 komentar
bagus sekali tulisannya :) :)
BalasHapusSupplier Tas Terbesar
terima kasih yaa ukhtiy ;)
BalasHapus