Journey of Love

Akhir Cerita Yogyakarta (Segala-galanya Ambyar)

Senin, Januari 30, 2017





Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allaah beserta orang-orang yang sabar.

Alhamdulillaah, alhamdulillaah, alhamdulillaah ‘ala kulli hal yaa Allaah.
Hanya kata-kata itu yang bisa aku ucapkan ketika semua permasalahan dalam hidupku terpecahkan dan terselesaikan. Semua ini tiada dan upaya selain karena-Nya.

Semua berawal dari Yogyakarta. Ada sebuah cerita yang terkadang membuatku merana jika mengingatnya. Sebuah cerita yang bermula pada hari Rabu, 18 Mei 2016 di terminal Giwangan Yogyakarta. Semenjak hari itu, hidupku selalu dihantui rasa bersalah, rasa berdosa kepada seseorang disana. Akupun juga tak mengerti mengapa itu terjadi, padahal diantara kami tak saling mengerti dan memahami apa yang terjadi.

Rasa bersalah tersebut tiap hari selalu menghantui hari-hariku, bahkan sosok seseorang tersebut selalu datang dalam mimpi-mimpi tidurku. Apa yang terjadi? Hanya Allaah yang mengetahui semuanya. Merasa terganggu dengan mimpi-mimpi tersebut, aku memutuskan untuk bertanya kepada salah satu ustadz yang rumahnya tak jauh dari tempat aku tinggal. Disana aku menceritakan apa yang terjadi kepada beliau. Beliau, memberikan nasihat kepadaku untuk meminta maaf kepada seseorang yang di Giwangan tersebut. Aku pun menuruti perkataan beliau, tanpa ku tahu masalah apa yang harus membuat aku meminta maaf kepadanya.

Pencarian orang tersebut ku mulai, sejak tanggal 08 September 2016 bertepatan pada hari aku pulang KKN. Pulang dari posko KKN, waktu itu pagi hari. Siang harinya aku memutuskan datang ke Yogya berharap ada petunjuk yang aku temukan tentang dia. Aku beranikan bertanya kepada salah satu temannya yang masuk sift siang.

“ Maaf pak, mau tanya teman bapak yang mirip dengan orang yang difoto (pakai kaos warna putih) ini masuk sift apa ya? ” Tanyaku. Sambil menyodorkan foto guruku waktu SMA dulu. Yang kebetulan guruku wajahnya hampir mirip dengan orang tersebut.

“ Kerja di bus Eka juga mbak? ” Tanyanya mempertegas.

“ Iya pak, beliau biasanya markirin bus Eka, orangnya putih, tidak terlalu tinggi, kecil. ” jawabku sambil menjelaskan ciri-ciri fisiknya.

“ Tidak ada mbak, yang masuk pagi orangnya hitam-hitam semua.” Jawab beliau sambil melihat foto yang aku berikan kepadanya.

“ Ada pak, benar saya yakin.” Jawabku singkat.

“ o0o si Yudi a.k.a Acong dia sudah tidak kerja disini sudah keluar mbak. ”
Mendengar jawaban temannya, hatiku rasanya tak menentu. Sedih. Pasti.

Setelah mendapatkan info tersebut, tanggal 13 September 2016 aku memutuska untuk mencarinya lagi ke Yogya. Tapi kali ini aku bertanya kepada rekan kerjanya yang sift pagi berharap  bisa mendapatkan info yang lebih detail tentang dia. Singkat cerita aku mendapatkan info alamat pak Yudi a.k.a Acong dari salah satu temannya yang sift pagi.
Sebenarnya aku mendapatkan alamat tempat tinggalnya, akan tetapi aku tidak “ngeh” tentang alamat tersebut. At last, aku di beri arahan kepada temannya bahwa “lampu merah Term. Giwangan ke selatan sampai menemukan lampu merah. Setelah menemukan lampu merah ke selatan lagi sekitar 300-400 m, ada foto copyan depan ada gang tanya saja rumahnya daerah situ.” Itu arah yang diberitahu kepadaku.

Setelah aku mendapatkan alamat itu, aku tak terburu-buru langsung mendatangi alamat tersebut. Aku memastikan kebenaran alamat tersebut dengan melihat “Google Maps”. Qadarrullaah ternyata alamat yang aku cari lewat Google maps salah. Aku mengetahui setelah melihat capture google, yang ternyata di foto tersebut yang arah ke selatan ternyata lampu merah giwangan ke kiri, bukan yang lurus.

Setelah menyadari kesalahan tersebut, terbesit di hatiku untuk mencoba “ngecek” ke tempat tersebut. Singkat cerita tanggal 20 Januari 2017, aku memutuskan untuk pergi ke Yogya dengan sepeda motor. Sendiri? Ya aku pergi ke Yogya sendiri. Sebenarnya, ketika aku memutuskan untuk pergi ke Yogya aku merasa takut dan khawatir. Bagaimana kalau ada tilangan? Tilangan? Ya tilangan, aku khawatir kalau ada tilangan. Karena, aku belum memiliki SIM. Disamping belum memiliki SIM, keluarga di rumah juga tak mengetahui bahwa aku akan ke Yogya naik sepeda.

Lampu merah sebelum Candi Prambanan
 
Lampu merah di area Kalasan (sering ada tilangan)

Aku berangkat dari rumah pukul 08.15 pagi, aku memprediksi bahwa aku sampai di Yogya jam 10-an lebih. Saat tiba di dekat candi Prambanan aku, ingin putar balik dan memutuskan menyudahi pencarian ini. Tapi hatiku berteriak. Sudah sampai Prambanan, aku balik ke Solo? Tidak, tidak, dan tidak Bia. Sudah sejauh ini kamu tak boleh putar balik. Kamu harus maju. Ingat Allaah, bersama prasangka para hamba-Nya. Disitu semakin ku bulatkan niatku, untuk benar-benar pergi Yogya. Aku positif thinking bahwa tidak ada tilangan di kawasan Kalasan. Meskipun nanti dalam pencarian aku tidak mendapatkan apa-apa. Setidaknya aku sudah berusaha mencarinya. Yosh.

Setiap perjalanan waktu itu, aku selalu berharap kepada Allaah bahwa aku bisa dan aku yakin Allaah selalu bersamaku.

Setiba dilampu merah Giwangan aku menanyakan arah kepada seseorang di pojok kiri lampu merah terminal Giwangan. Disitu aku mendapat petunjuk bahwa, lampu merah Giwangan ke selatan itu arah yang kiri. Tanpa membuang waktu aku langsung segera ke sana. Harapanku kepada Allaah semakin kuat, aku yakin Allaah akan memberiku jalan untuk semua masalah ini. Setelah aku menemukan lampu merah setelah lampu merah Giwangan ke selatan, aku mengikuti arahan temannya yang menyatakaan “setelah menemukan lampu merah, ke selatan lagi sekitar 300-400 m ada foto copyan”. Aku sempat berhenti dan bertanya kepada seseorang di warung tentang foto copyan yang berada sekitar 300-400 m setelah lampu merah. Beliau memberi petunjuk kepadaku untuk ke selatan lagi, kanan jalan ada foto copyan di desa Wonokromo. Aku pun menurutinya.

Singkat cerita aku menemukan fotocopyan di desa Wonokromo tersebut. Aku pun bertanya dan menceritakan perjalananku dari Solo hingga sampai ke desa Wonokromo tersebut. Alhamdulillah, orang yang aku tanya pun tau tentang pak Yudi a.k.a Acong orang yang aku cari selama ini. Beliau pun memberikan aku arahan ke rumah pak Yudi. Tak membuang waktu aku pun segera ke sana.
Setelah menemukan rumah yang aku cari, aku sempat ingin pulang karena hujan deras. Akan tetapi niatku aku urungkan, karena aku melihat nenek sebelah utara rumah bapak Yudi. Berniat untuk menunggu redanya hujan, aku pun mendatangi nenek itu dan bertanya-tanya tentang pak Yudi. Banyak informasi yang aku peroleh dari nenek tersebut tentang pak Yudi yang tak pernah ku tahui dan tak pernah melintas sedikitpun difikiranku.


Masih ragu apa itu benar-benar tempat tinggalnya

Tampak dewan rumah bapak Yudi
 
Tampak samping
Setelah hujan mulai mereda, aku memutuskan untuk bertemu istri pak Yudi yang kebetulan di rumah. Aku pun bertemu dan mengutarakan niat kedatangaku kepada istrinya. Alhamdulillah, istrinya welcome sama aku, dan aku pun mendapatkan nomer telefon pak Yudi. Setelah aku mendapatkannya, aku pun meminta izin untuk pulang, takut kalau hujan lagi. Singkat cerita aku pun pulang, dan tiba di Solo sekitar jam 2-nan siang. Setibanya di rumah aku langsung menelfon nomernya pak Yudi yang aku dapatkan dari istrinya. Setelah diangkat, aku langsung menceritakan semua kepada pak Yudi, perihal mimpi-mompi yang aku alami selama ini tentang beliau. Tak tertinggal pula, aku meminta maaf atas semua kesalahanku selama bertemu di terminal Giwangan. Alhamdulillaah beliau pun memaafkan.


Lampu merah selatan terminal Giwangan

Lampu merah Wonosari

Dari cerita diatas, dapat diambil pelajaran antara lain :
  1. Selalu berprasangka baik kepada Allaah. Allaah selalu bersama prasangka para hamba-Nya. 
  2. Man jadda wa jadda. 
  3. Selalu kuatkan do’a dan usaha. Usaha tanpa do’a percuma dan do’a tanpa usaha angan kosong. Setelah menguatkan do’a dan usaha serahkan kepada-Nya. 
  4. Hasil tak pernah mengkhianati proses.
Maaf, jika ceritanya random. Semoga dari cerita tersebut kita dapat mengambil pelajaran.


Ikov_Bia

You Might Also Like

0 komentar