Hai orang-orang yang
beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allaah
beserta orang-orang yang sabar.
Alhamdulillaah, alhamdulillaah, alhamdulillaah ‘ala kulli
hal yaa Allaah.
Hanya kata-kata itu yang bisa aku ucapkan ketika semua
permasalahan dalam hidupku terpecahkan dan terselesaikan. Semua ini tiada dan
upaya selain karena-Nya.
Semua berawal dari Yogyakarta. Ada sebuah cerita yang
terkadang membuatku merana jika mengingatnya. Sebuah cerita yang bermula pada
hari Rabu, 18 Mei 2016 di terminal Giwangan Yogyakarta. Semenjak hari itu,
hidupku selalu dihantui rasa bersalah, rasa berdosa kepada seseorang disana.
Akupun juga tak mengerti mengapa itu terjadi, padahal diantara kami tak saling
mengerti dan memahami apa yang terjadi.
Rasa bersalah tersebut tiap hari selalu menghantui
hari-hariku, bahkan sosok seseorang tersebut selalu datang dalam mimpi-mimpi
tidurku. Apa yang terjadi? Hanya Allaah yang mengetahui semuanya. Merasa
terganggu dengan mimpi-mimpi tersebut, aku memutuskan untuk bertanya kepada
salah satu ustadz yang rumahnya tak jauh dari tempat aku tinggal. Disana aku
menceritakan apa yang terjadi kepada beliau. Beliau, memberikan nasihat
kepadaku untuk meminta maaf kepada seseorang yang di Giwangan tersebut. Aku pun
menuruti perkataan beliau, tanpa ku tahu masalah apa yang harus membuat aku
meminta maaf kepadanya.
Pencarian orang tersebut ku mulai, sejak tanggal 08
September 2016 bertepatan pada hari aku pulang KKN. Pulang dari posko KKN,
waktu itu pagi hari. Siang harinya aku memutuskan datang ke Yogya berharap ada
petunjuk yang aku temukan tentang dia. Aku beranikan bertanya kepada salah satu
temannya yang masuk sift siang.
“ Maaf pak, mau tanya teman bapak yang mirip dengan orang
yang difoto (pakai kaos warna putih) ini masuk sift apa ya? ” Tanyaku. Sambil
menyodorkan foto guruku waktu SMA dulu. Yang kebetulan guruku wajahnya hampir
mirip dengan orang tersebut.
“ Kerja di bus Eka juga mbak? ” Tanyanya mempertegas.
“ Iya pak, beliau biasanya markirin bus Eka, orangnya putih,
tidak terlalu tinggi, kecil. ” jawabku sambil menjelaskan ciri-ciri fisiknya.
“ Tidak ada mbak, yang masuk pagi orangnya hitam-hitam
semua.” Jawab beliau sambil melihat foto yang aku berikan kepadanya.
“ Ada pak, benar saya yakin.” Jawabku singkat.
“ o0o si Yudi a.k.a Acong dia sudah tidak kerja disini sudah
keluar mbak. ”
Mendengar jawaban temannya, hatiku rasanya tak menentu.
Sedih. Pasti.
Setelah mendapatkan info tersebut, tanggal 13 September 2016
aku memutuska untuk mencarinya lagi ke Yogya. Tapi kali ini aku bertanya kepada
rekan kerjanya yang sift pagi berharap bisa mendapatkan info yang lebih detail
tentang dia. Singkat cerita aku mendapatkan info alamat pak Yudi a.k.a Acong
dari salah satu temannya yang sift pagi.
Sebenarnya aku mendapatkan alamat tempat tinggalnya, akan
tetapi aku tidak “ngeh” tentang alamat tersebut. At last, aku di beri arahan
kepada temannya bahwa “lampu merah Term. Giwangan ke selatan sampai menemukan
lampu merah. Setelah menemukan lampu merah ke selatan lagi sekitar 300-400 m,
ada foto copyan depan ada gang tanya saja rumahnya daerah situ.” Itu arah yang
diberitahu kepadaku.
Setelah aku mendapatkan alamat itu, aku tak terburu-buru
langsung mendatangi alamat tersebut. Aku memastikan kebenaran alamat tersebut
dengan melihat “Google Maps”. Qadarrullaah ternyata alamat yang aku cari lewat
Google maps salah. Aku mengetahui setelah melihat capture google, yang ternyata
di foto tersebut yang arah ke selatan ternyata lampu merah giwangan ke kiri,
bukan yang lurus.
Setelah menyadari kesalahan tersebut, terbesit di hatiku
untuk mencoba “ngecek” ke tempat tersebut. Singkat cerita tanggal 20 Januari
2017, aku memutuskan untuk pergi ke Yogya dengan sepeda motor. Sendiri? Ya aku
pergi ke Yogya sendiri. Sebenarnya, ketika aku memutuskan untuk pergi ke Yogya
aku merasa takut dan khawatir. Bagaimana kalau ada tilangan? Tilangan? Ya
tilangan, aku khawatir kalau ada tilangan. Karena, aku belum memiliki SIM.
Disamping belum memiliki SIM, keluarga di rumah juga tak mengetahui bahwa aku akan
ke Yogya naik sepeda.
Lampu merah sebelum Candi Prambanan |
Aku berangkat dari rumah pukul 08.15 pagi, aku memprediksi
bahwa aku sampai di Yogya jam 10-an lebih. Saat tiba di dekat candi Prambanan
aku, ingin putar balik dan memutuskan menyudahi pencarian ini. Tapi hatiku
berteriak. Sudah sampai Prambanan, aku balik ke Solo? Tidak, tidak, dan tidak
Bia. Sudah sejauh ini kamu tak boleh putar balik. Kamu harus maju. Ingat
Allaah, bersama prasangka para hamba-Nya. Disitu semakin ku bulatkan niatku,
untuk benar-benar pergi Yogya. Aku positif thinking bahwa tidak ada tilangan di
kawasan Kalasan. Meskipun nanti dalam pencarian aku tidak mendapatkan apa-apa.
Setidaknya aku sudah berusaha mencarinya. Yosh.
Setiap perjalanan waktu itu, aku selalu berharap kepada
Allaah bahwa aku bisa dan aku yakin Allaah selalu bersamaku.
Setiba dilampu merah Giwangan aku menanyakan arah kepada
seseorang di pojok kiri lampu merah terminal Giwangan. Disitu aku mendapat
petunjuk bahwa, lampu merah Giwangan ke selatan itu arah yang kiri. Tanpa
membuang waktu aku langsung segera ke sana. Harapanku kepada Allaah semakin
kuat, aku yakin Allaah akan memberiku jalan untuk semua masalah ini. Setelah
aku menemukan lampu merah setelah lampu merah Giwangan ke selatan, aku
mengikuti arahan temannya yang menyatakaan “setelah menemukan lampu merah, ke
selatan lagi sekitar 300-400 m ada foto copyan”. Aku sempat berhenti dan
bertanya kepada seseorang di warung tentang foto copyan yang berada sekitar
300-400 m setelah lampu merah. Beliau memberi petunjuk kepadaku untuk ke
selatan lagi, kanan jalan ada foto copyan di desa Wonokromo. Aku pun
menurutinya.
Singkat cerita aku menemukan fotocopyan di desa Wonokromo
tersebut. Aku pun bertanya dan menceritakan perjalananku dari Solo hingga
sampai ke desa Wonokromo tersebut. Alhamdulillah, orang yang aku tanya pun tau
tentang pak Yudi a.k.a Acong orang yang aku cari selama ini. Beliau pun
memberikan aku arahan ke rumah pak Yudi. Tak membuang waktu aku pun segera ke
sana.
Setelah menemukan rumah yang aku cari, aku sempat ingin
pulang karena hujan deras. Akan tetapi niatku aku urungkan, karena aku melihat
nenek sebelah utara rumah bapak Yudi. Berniat untuk menunggu redanya hujan, aku
pun mendatangi nenek itu dan bertanya-tanya tentang pak Yudi. Banyak informasi
yang aku peroleh dari nenek tersebut tentang pak Yudi yang tak pernah ku tahui
dan tak pernah melintas sedikitpun difikiranku.
Masih ragu apa itu benar-benar tempat tinggalnya |
Tampak dewan rumah bapak Yudi |
Setelah hujan mulai mereda, aku memutuskan untuk bertemu
istri pak Yudi yang kebetulan di rumah. Aku pun bertemu dan mengutarakan niat
kedatangaku kepada istrinya. Alhamdulillah, istrinya welcome sama aku, dan aku
pun mendapatkan nomer telefon pak Yudi. Setelah aku mendapatkannya, aku pun
meminta izin untuk pulang, takut kalau hujan lagi. Singkat cerita aku pun pulang,
dan tiba di Solo sekitar jam 2-nan siang. Setibanya di rumah aku langsung
menelfon nomernya pak Yudi yang aku dapatkan dari istrinya. Setelah diangkat,
aku langsung menceritakan semua kepada pak Yudi, perihal mimpi-mompi yang aku
alami selama ini tentang beliau. Tak tertinggal pula, aku meminta maaf atas
semua kesalahanku selama bertemu di terminal Giwangan. Alhamdulillaah beliau
pun memaafkan.
Lampu merah selatan terminal Giwangan |
Lampu merah Wonosari |
Dari cerita diatas, dapat diambil pelajaran antara lain :
- Selalu berprasangka baik kepada Allaah. Allaah selalu bersama prasangka para hamba-Nya.
- Man jadda wa jadda.
- Selalu kuatkan do’a dan usaha. Usaha tanpa do’a percuma dan do’a tanpa usaha angan kosong. Setelah menguatkan do’a dan usaha serahkan kepada-Nya.
- Hasil tak pernah mengkhianati proses.
Maaf, jika ceritanya random. Semoga dari cerita tersebut
kita dapat mengambil pelajaran.
》Ikov_Bia《
0 komentar