Tak ada kehilangan yang tak menyenangkan, Tuan. Kehilanganmu, termasuk ke dalamnya. Walau bukan sesuatu yang menyenangkan, setidaknya ini menenangkan. Kita berhenti saling menyakiti-disakiti. Tidak lagi bersisian, sudah kita sepakati. Tidak ada yang meninggalkan-ditinggalkan; kamu pergi, aku pergi.
Kita butuh waktu sendiri, bukan berarti tak
sayang lagi. Aku setuju. Bukan tak ingin mempertahankan hanya saja memang ada
yang seharusnya dilepaskan tak peduli cintaku masih bertubi-tubi, ujarku. Kamu
mengangguk.
Klasiknya menurutku; ‘kamu terlalu baik
untukku, bisa saja kamu dapatkan yang baiknya berkali-kali lipat melebihiku’.
Logisnya menurutmu; ‘belum mampu mengijab sudah berlagak mengikat. Jika memang
kamu untukku kelak, semesta akan bekerjasama menyatukan kita. Jika kamu yang
dipilihkan Tuhan untukku, tentu aku tak bisa untuk mengelak. Tapi nanti, belum
kini’.
Pada akhirnya yang kita mengerti saat ini,
cinta tak hanya melibatkan hati tapi juga cara berfikir. Kehilangan tak
selamanya menyedihkan. Bergenggaman tak selalu merasa nyaman. Bersisian pun
membutuhkan ruang. Bersama tak selalu selamanya, untuk itu ‘sempat’ diciptakan.
Yang kutahu kini, setiap kita akan menemukan
kepulangan. Kepadanya yang sudah dipilihkan. Terlepas itu orang lama atau orang
baru, kita akan menua bersamanya dengan bahagia. Kamu dan aku atau kita dengan
pasangan kita masing-masing.
Bia-chan
0 komentar